Powered By Blogger

Minggu, 01 Juni 2014

"Mendung nan teduh sore itu....."

Aku duduk memalingkan kepala. Sedari tadi sibuk mencari hiburan. Sudah terlalu penat disini. Ku langkahkan kaki menuju  tribun atas mencari hiburan baru, jika tidak ku dapatkan paling tidak aku bisa pingsan karena disini terlalu pengap. Terus saja, ku buat keributan biar senyum lebar bisa terukir di wajahku yang sejak tadi diberi penghargaan dengan sebutan kucel. Lama bermain-main  akhirnya tak ada lagi yang asyik. Masih saja ku coba berdamai dengan hatiku. Tunggu sedikit lagi gumamku dalam-dalam. Cukup lama berselang, akhirnya doa dibacakan. Doa itu digemakan  untuk kami yang masih setia menunggu. Menimpali doa hanya  dengan selaksa kata amiiiiiin dengan bersahut-sahutan.

Masih belum selesa estafet amin-aminan itu  aku kembali akut,bosan. Tak lama gemaan doa itu merendah. Ritme amin menjadi hanya bagai tetes gemiris yang mengalun lambai. Aku tertegun. Lalu ku coba bersandar disalah satu punggung,disebelah dudukku. Aku menoleh. Dan semakin tertegun hebat. Ada sosok yang ku tangkap melalui dua lensaku. Dia sosok yang tak asing bagiku, tapi akhir-akhir ini lama tak ku temui. Entah di ruang petak  bernama sekret ataukah saat berkumpul –kumpul  menghabiskan hari ataukah saat duduk bermajelis bermakna, sosoknya jarang ku dapati. Tapi kali ini aku melihatnya tidak jauh dari tempatku bersandar. Ku tatap lamat-lamat aku semakin kerangjinan. Terlalu bahagia merekam sosoknya sore ini. Dia duduk menengadah tangan lalu teduh berucap amin, disaat semua orang hanyaa memberi muatan kata amin dengan tekanan yang terlalui sepoi. Ataukah ada yang hanya sibuk dengan urusan dakwah yang harus segera diselesaikan menurutnya. Hingga tak lagi sempat mengucap amin yang teduh dikesempatan doa kali ini. Aku enggan berhenti menatapnya. Bathinku berperang disatu sisi ingin doa itu diucap berlama-lama agar teduh itu tak cepat pergi. Tapi disatu sisi yang lain aku ingin segera diselesaikan  agar bisa cepat ku hampiri ia. Akhirnya doa selesai tanpa ku sadari. Aku beranjak.Agar memberi kesan bersabahat ku rangkul ia dari belakang. Ia sentak kaget. Aku bertanya kabarnya dan mengobrol-ngobrol  ringan. Entah kebahagiaan macam apa yang hadir tapi aku ingin berlama-lama bersamanya.
Biar ku panggil ia dengan sebutan Mendung nan teduh. Sampai ketika tulisan ini ku buat sosoknya masih terbayang-bayang. Taukah kau mengapa?. Karna ia berharga. Mengapa ia berharga?. Taukah kau karna ia sederhana. Apa yang membuatnya sederhana?. Itulah mengapa ku kiaskan dirinya dengan “Mendung nan teduh”. Yang mungkin penampakannya tak terlalu ramah, diajak ngobrol juga tidak selalu bisa menciptakan tawa. Tapi ia langka, tak selalu nampak tapi teduh membawa pesan. Tak perlu selalu hadir tapi ia diam mendobrak. Tak perlu memajang nama distruktur organisasi tapi hadir menginspirasi. Melalui lisannyalah salah satu  pintu terbuka u/ jalan masuknya dakwah dihati-hati  profesor sejawat.  Lalu aku melihat diriku, menilisik hatiku, apa yang aku punya tidak ada apa-apanya. Hanya dengan lari-larian ataukah menekan tuts reportase lalu aku bisa bangga. Ataukah besok-besok jadi pemimpin, bicara depan umum, mengatur tindak tanduk dakwah lalu aku bisa congkak. Puas hanya dengan sering hadir,bangga karna aku bisa berbaur ramai disetiap moment. Bangga aku dikenal banyak teman seperjuangan, ataukah besok-besokakan sering memberi pemaparan, menjadi orang yang selau didengar karena posisi. Lalu apa? Aku siap mencaci diriku.
Dia disore ini mengajarku tentang apa sebenarnya berkorban dan bekerja ikhlas itu. Istiqomah dalam diam tanpa koar-koar. Yah.. dia mendung nan teduh tak perlu selalu ceria tapi ia teduh membawa makna tentang apa itu dakwah. Tidakperlu  menjadi matahari yang selalu menyinari, tapi tak balik menoleh. Bahwa ternyata ada yang legam dan sudah hampir-hampir hangus terbakar karena  panas yang ada dalam dirinya. Atau kah salju yang terlalu dingin membekukan,hingga tulang pun remuk dan hanya mampu  menjadi es yang hambar tanpa rasa. Tidak ada harganya. Dia sore ini mengajarkanku tentang apa itu berjuang dengan tulus karna  cinta kepada Rabb semata. Yang walau tak semua orang mampu membaca suramnya mendung tapi ia bisa memaknai hujan jauh lebih indah dari orang yang mengakuinya.
========================================================================
Yah hari ini aku belajar, tentang takaran yang tak pernah bisa kau temukan disepenggal kata “Ana uhibbukifillah”

**teruntuk kau yang ku cintai karna Allah. N.A

Taukah,kau jauh lebih dari titanium. Ajari aku hay Mendung nan teduh ;-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar