Aku duduk
memalingkan kepala. Sedari tadi sibuk mencari hiburan. Sudah terlalu penat
disini. Ku langkahkan kaki menuju tribun
atas mencari hiburan baru, jika tidak ku dapatkan paling tidak aku bisa pingsan karena
disini terlalu pengap. Terus saja, ku buat keributan biar senyum lebar bisa terukir
di wajahku yang sejak tadi diberi penghargaan dengan sebutan kucel. Lama bermain-main akhirnya tak ada lagi yang asyik. Masih saja
ku coba berdamai dengan hatiku. Tunggu sedikit lagi gumamku dalam-dalam. Cukup lama
berselang, akhirnya doa dibacakan. Doa itu digemakan untuk kami yang masih setia menunggu. Menimpali
doa hanya dengan selaksa kata amiiiiiin dengan bersahut-sahutan.
Masih belum selesa estafet amin-aminan
itu aku kembali akut,bosan. Tak lama gemaan doa itu merendah. Ritme amin
menjadi hanya bagai tetes gemiris yang mengalun lambai. Aku tertegun. Lalu ku
coba bersandar disalah satu punggung,disebelah dudukku. Aku menoleh. Dan semakin
tertegun hebat. Ada sosok yang ku tangkap melalui dua lensaku. Dia sosok yang tak
asing bagiku, tapi akhir-akhir ini lama tak ku temui. Entah di ruang petak bernama sekret ataukah saat berkumpul –kumpul
menghabiskan hari ataukah saat duduk
bermajelis bermakna, sosoknya jarang ku dapati. Tapi kali ini aku melihatnya
tidak jauh dari tempatku bersandar. Ku tatap lamat-lamat aku semakin kerangjinan.
Terlalu bahagia merekam sosoknya sore ini. Dia duduk menengadah tangan lalu
teduh berucap amin, disaat semua orang hanyaa memberi muatan kata amin dengan
tekanan yang terlalui sepoi. Ataukah ada yang hanya sibuk dengan urusan dakwah yang harus segera diselesaikan menurutnya. Hingga tak lagi sempat mengucap amin yang teduh dikesempatan doa
kali ini. Aku enggan berhenti menatapnya. Bathinku berperang
disatu sisi ingin doa itu diucap berlama-lama agar teduh itu tak cepat pergi. Tapi
disatu sisi yang lain aku ingin segera diselesaikan agar bisa cepat ku hampiri ia. Akhirnya doa
selesai tanpa ku sadari. Aku beranjak.Agar memberi kesan bersabahat ku rangkul
ia dari belakang. Ia sentak kaget. Aku bertanya kabarnya dan mengobrol-ngobrol ringan. Entah kebahagiaan macam apa yang hadir
tapi aku ingin berlama-lama bersamanya.
Biar ku panggil
ia dengan sebutan Mendung nan teduh. Sampai ketika tulisan ini ku buat sosoknya
masih terbayang-bayang. Taukah kau mengapa?. Karna ia berharga. Mengapa ia
berharga?. Taukah kau karna ia sederhana. Apa yang membuatnya sederhana?. Itulah
mengapa ku kiaskan dirinya dengan “Mendung nan teduh”. Yang mungkin
penampakannya tak terlalu ramah, diajak ngobrol juga tidak selalu bisa
menciptakan tawa. Tapi ia langka, tak selalu nampak tapi teduh membawa pesan. Tak
perlu selalu hadir tapi ia diam mendobrak. Tak perlu memajang nama distruktur organisasi tapi hadir menginspirasi. Melalui lisannyalah salah satu pintu terbuka u/ jalan masuknya dakwah dihati-hati profesor sejawat. Lalu aku melihat diriku, menilisik hatiku, apa
yang aku punya tidak ada apa-apanya. Hanya dengan lari-larian ataukah menekan
tuts reportase lalu aku bisa bangga. Ataukah besok-besok jadi pemimpin, bicara
depan umum, mengatur tindak tanduk dakwah lalu aku bisa congkak. Puas hanya
dengan sering hadir,bangga karna aku bisa berbaur ramai disetiap moment. Bangga
aku dikenal banyak teman seperjuangan, ataukah besok-besokakan sering memberi pemaparan, menjadi orang yang selau
didengar karena posisi. Lalu apa? Aku siap mencaci diriku.
Dia disore ini
mengajarku tentang apa sebenarnya berkorban dan bekerja ikhlas itu. Istiqomah dalam
diam tanpa koar-koar. Yah.. dia mendung nan teduh tak perlu selalu ceria tapi
ia teduh membawa makna tentang apa itu dakwah. Tidakperlu menjadi matahari yang selalu menyinari, tapi
tak balik menoleh. Bahwa ternyata ada yang legam dan sudah hampir-hampir hangus terbakar
karena panas yang ada dalam dirinya. Atau
kah salju yang terlalu dingin membekukan,hingga tulang pun remuk dan hanya mampu
menjadi es yang hambar tanpa rasa. Tidak
ada harganya. Dia sore ini mengajarkanku tentang apa itu berjuang dengan tulus
karna cinta kepada Rabb semata. Yang walau
tak semua orang mampu membaca suramnya mendung tapi ia bisa memaknai hujan jauh
lebih indah dari orang yang mengakuinya.
========================================================================
========================================================================
Yah hari ini
aku belajar, tentang takaran yang tak pernah bisa kau temukan disepenggal kata “Ana
uhibbukifillah”
**teruntuk kau yang ku cintai karna Allah. N.A
Taukah,kau jauh
lebih dari titanium. Ajari aku hay Mendung nan teduh ;-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar