Powered By Blogger

Rabu, 04 Januari 2012

“Bunda untukmu aku bernafas”


Pagi ini awanku merona  biru, seakan siap menyapa kotaku, aku masih terbuai lelap di pembaringan yang menemaniku setiap pulang kuliah untuk beristirahat setelah seharian kemarin aku begitu sibuk mengurus kewajiban kuliah, yang kadang menuntut banyak waktu dan pikiranku, yah selama aku memutuskan untuk menjadi seorang mahasiswa di suatu universitas negeri di kotaku kadang hanya sepertiga waktu yang ku luangkan untuk mengurus hidup yang memang tak bisa terurus begitu rapi saat aku harus berpisah ratusan kilometer darinya.Disini aku harus berjuang sendiri dengan kenyakinan bahwa dia akan selalu ada untukku.     
Ada getaran yang ku rasakan menyentuh  lapisan kulit epidermisku, ketika ku masih asyik terlelap memeluk boneka ijo kesayanganku…
Aku tersentak, sadar  sudah lama terlelap ku raba sekitar pembaringan, berharap menemukan sesuatu yang bergetar itu, setelah berjuag keras setengah sadar akupun menemukan benda kecil berwarna  ijo berbentuk persegi panjang , yang getarannya tak sampai menyamai gempa yang baru saja menyerang  Negari matahari terbit,  tapi cukup mengganggu  tidur lelapku.
Setelah berhasil ku gapai ku lirik pelan-pelan kulihat tulisan di layar bening yang sudah sedikit tegores “Bunda@_gue^_^” calling, dengan lampu berkedip-kedip.
“Assalamualikum halo bu…….”
“waalaikumsalam,iya nak, masih tidur????”
“tidak bu, ini sudah bangun”…
“suaranya kok parau, sakit nak”?????
aku terdiam sejenak dengan kebohongan kecilku
“sakit apa nak???????” lanjutnya
“mungkin cuma capek, karna semalam begadang kerja tugas kuliah”
“beli obat nak, minta tolong dulu sama Nia ,tapi makan dulu, abis itu minum obatnya.. ya nak??????!!!”
aku semakin merasa bersalah kebohongan kecil ku membuatnya begitu khawatir..
Nafasku terpenggal, ku atur pelan-pelan berharap agar dia tak mendengarnya, aku sudah berbohong, aku takut.. kembali ku rapatkan degup nafas yang tak bisa ku atur di luar kendali nalarku.
“tidak bisa nafas nak????/”
Oh tidak,… aku membathin
“sesak nafas nya kambuh nak,,,, halo nak??”
“oh… tidak apa-apa kok bu”
Oh Tuhan dosa apa aku? Butiran beningku tumpah,  kebohongan kecilku kali ini sudah membuatnya begitu galau.. aku begitu bodoh….
Pikiranku menerawang sejenak, aku teringat suatu cerita saat aku masih kecil dahulu, saat itu aku hanya berdua di rumah bersamanya karna aku belum bersekolah dan ayahku sudah berangkat bekerja, aku masih sendiri belum punya saudara, kala itu dia sedang sibuk di dapur  mini milik kami di rumah. Dapur adalah kantor pertamanya setiap pagi, di kantornya itu ia selalu di sambut dengan bahan makanan yang masih mentah untuk di olah menjadi makanan luar biasa untuk suami dan anaknya tercinta, itulah ibuku, ibu luar biasa yang di hadiahkann Tuhan untukku semoga dia pun pernah merasa bahwa aku adalah hadiah terindah juga, yang di berikan Tuhan untuknya.
Aku hanya sibuk bermain di sampingnya, dia selalu berkata aku tak boleh pergi jauh, apalagi ke luar rumah karna di luar sana terlampau banyak kendaraan ketika siang hari tiba yang kadang-kadang brutal, dan aku masih terlalu kecil bisa saja di hempas dengan mudah, banyak kekhawatiran menyelimuti bathinnya setelah kehadiranku di hidupnya, yang kadang-kadang kekhawatiran itu tak bisa ku terima, berlebihan menurutku.
Tiba-tiba ku dengar ia mendesah
”Masya Allah, garamnya habis, kemarin ibu tidak sempat beli”
Aku masih diam, asyik dengan arena permainanku, ia pun melirikku dan aku mengerti
“ bu uangnya mana????”
Iapun memberiku uang kertas pecahan lima ribuan untuk pergi membeli dua  bungkus garam, dan pastinya sisa dari uang itu untukku, ibuku memang baik
“hati-hati, nak jalannya di pinggir saja, jangan lupa Assalamualiakum dulu kalau sudah di depan toko terus habis itu, bilang apa?”
“terima kasih”
“ pintar anak ibu”
Setelah mengecup dahiku, dia mengantarku sampai di depan pintu rumah, ku lihat raut wajahnya tak rela melepasku walau aku hanya pergi sejenak, tak jauh hanya ke toko tetangga di samping rumah yang jaraknya hanya sekitar 30 meter dari rumahku setelah lama menatap jalan yang tidak terlalu ramai kendaraan, karna saat pagi hari jalan besar di tempatku belum begitu ramai, setelah merasa semuanya baik ia pun melepasku.
“hati-hati nak”
Aku menoleh dan tersenyum. Segera ku laksanakan tugas baruku, membeli dua bungkus garam dan setelah itu aku dapat jatah makanan kecil dari sisa uang yang ku pegang ini.
Tak berapah lama aku sudah sampai depan toko yang ku tuju, seperti pesan ibuku, aku menghadiahkan salam kepada penjaga toko, salam dari bocah kecil yang sebutannya kadang tidak terlalu benar tapi tulus ku ucapkan untuk memenuhi pesan ibuku selalu, aku langsung meminta pesanan ibu tadi lalu membayar dengan uang lima ribu yang ku genggam dan pastinya aku akan pulang dengan beberapah makanan kecil kesukaanku yang biasanya akan ku bagi berdua bersama ibuku, setelah mengucapkan kata terima kasih aku bergegas pulang.
Dengan langkah mantap, aku ingin segera sampai di rumah, selain khawatir masakan ibuku nanti jadi tak seenak biasanya karna aku terlambat membawakan dua bungkus garam  untuknya tapi aku juga ingin segera berbagai dengan ibuku, berbagai makanan kecil yang telah ku beli dengan keringatku, setelah pintu rumahku telah terlihat, langkahku ku percepat
Tiba-tiba aku melihat sebuah kendaraan berwarna merah terang  melaju kencang di seberang jalan ia sepertinya oleng, saat itu aku masih berdiri, debu mengepul aku hampir tak bisa melihat apa-apa, aku hanya melihat sosok ibuku di balik pintu rumahku, setelah beberapah detik berlalu aku merasakan kepalaku di hantam sesuatu, rasanya ada yang menetes di pelipis mata kananku, aku serasa di tusuk. Bungkusan garam dan makanan kecil yang baru saja ku beli tak mampu lagi ku genggam, aku bergetar tapi  ku tetap berusaha agar ia tak jatuh, aku masih berusaha menggenggamnya, makanan kecil yang akan ku bagi bersama wanita paling ku sayangi di dunia ini, tapi apa daya aku tak kuat lagi aku hanya bocah kerdil yang masih ingusan saat itu, aku tak mengerti apa yang sedang terjadi ku lihat raut wajah ibuku retak terhempas angin, kemudian  ia teriak dengan nada histeris, teriakannya mengiris pilu, aku sungguh tak mengerti padahal aku hanya berjarak sekitar 10 meter darinya, aku masih ada di depannya aku merasa tak apa-apa hanya sakit sedikit yang  tak tahu sebabnya, kemudian ia berlari merangkulku aku selalu merasa nyaman tanpa beban ketika ia merangkulku seperti itu.
“sakit nak???, hati-hati sayang”
Dia berkata tenang tapi bisa ku rasakan hatinya bergemuruh, ia lalu memelukku dan membawa ku masuk, lalu aku meraung-raung
“sabar sayang…… oh Tuhan anakku”
Ia kemudian menangis, aku semakin meraung-raung bukan karna sakit yang belum ku sadari sampai saat itu, aku hanya ingin kembali ke jalan itu mengambil makanan kecil yang akan ku bagi bersamanya, tapi kenapa ia tak mengerti bahasaku?, aku terus meraung karna waktu  itu aku belum cukup mengerti ternyata ada hal besar yang lebih penting dari sekedar untuk mengartikan bahasa air mataku
Yah, itu adalah kekhawatiran, baru ku pahami sekarang, saat itu kepalanya sibuk mengurus jawaban dari pertanyaan, apakah buah hatinya baik-baik saja, buah dari cinta yang kadang-kadang harus ia mengerti lebih dahulu, semakin lama aku semakin tahu, kalau ia terlalu sempurna untukku.
Waktuku berlalu tak lama, dahiku serasa perih  menusuk lubang-lubang lukaku yang tak ku mengerti.
“di bersihkan dulu sayang yah, nanti di beri obat.”
Ku lihat ia merintih, tak mau beranjak ada rasa sesal dari pancaran mata yang pertama kali di aliri air suci ketika ku terluka, mata yang tak bisa lelap ketika aku terjaga.
Aku terisak kala ku ingat waktu itu, sampai hari ini dahi ku masih berbekas luka dari kejadian itu, dan bekas luka ini pula yang akan selalu mengingatkan padaku, Betapa dia cinta padaku dan Betapa aku cinta padanya,
Betapa hanya dia wanita yang selalu kurindukan,
Ku rindukan buaiannya saat ku jauh,
Ku rindukan pelukan hangatnya saat ku menggigil pada ketakutanku
 Ku rindukan semangatnya saat ku tak mampu bersua
yang kan selalu ku rindukan doanya kala ku jatuh, saat ku butuh, saat ku sepi, saat merasa sendiri, saat ku tergilas mimpi buruk kehidupan…..
“halo nak… jangan menangis sayang, yang kuat yah nak, maaf kan ibu, tidak  bisa ada di situ semoga cepat sembuh sayang”
Aku lagi-lagi hanya bisa diam dengan ketololanku, aku baru sadar aku sudah terlampau lama diam, kenapa aku harus berbohong hanya karna, agar ibu tidak tahu aku telat bangun,,,
Kenapa aku tega, padahal, iya takkan marah besar dan tidak sampai memaki-maki ku saat ia tahu aku telat bangun. Telah tega ku gadai kebohonganku dengan gundahnya yang tak berujung.
“bu anakmu baik-baik saja, maaf kan aku bu… maaf…..”
“ kok bilang maaf, ibu yang harusnya bilang maaf, baik-baik yah sayang jangan lupa minum obat semoga cepat sembuh, ibu sayang padamu.. ummmahhhhh”
Tit..tit…titttt..tiiiiiitttttt……
Hubungan teleponku  terputus.. setelah ku dengar ia memberiku ciuman hangatnya..
 Aku mengumpat diriku sendiri.. aku menyesal… aku begitu bodoh..
 Aku sadar  belum sempat mengatakan padanya bahwa
“ Bunda aku juga sayang padamu ibu, untukmu aku bernafas karena aku mencintaimu karna Allah”

“persembahan sederhana untukmu bunda, wanita pertama yang ku cintai ddunia ini, selalu dan selamanya,
SELAMAT HARI IBU, Bunda……….
makassar,22 des 2011 Autum.touchy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar