Powered By Blogger

Rabu, 04 Januari 2012

“Bunda untukmu aku bernafas”


Pagi ini awanku merona  biru, seakan siap menyapa kotaku, aku masih terbuai lelap di pembaringan yang menemaniku setiap pulang kuliah untuk beristirahat setelah seharian kemarin aku begitu sibuk mengurus kewajiban kuliah, yang kadang menuntut banyak waktu dan pikiranku, yah selama aku memutuskan untuk menjadi seorang mahasiswa di suatu universitas negeri di kotaku kadang hanya sepertiga waktu yang ku luangkan untuk mengurus hidup yang memang tak bisa terurus begitu rapi saat aku harus berpisah ratusan kilometer darinya.Disini aku harus berjuang sendiri dengan kenyakinan bahwa dia akan selalu ada untukku.     
Ada getaran yang ku rasakan menyentuh  lapisan kulit epidermisku, ketika ku masih asyik terlelap memeluk boneka ijo kesayanganku…
Aku tersentak, sadar  sudah lama terlelap ku raba sekitar pembaringan, berharap menemukan sesuatu yang bergetar itu, setelah berjuag keras setengah sadar akupun menemukan benda kecil berwarna  ijo berbentuk persegi panjang , yang getarannya tak sampai menyamai gempa yang baru saja menyerang  Negari matahari terbit,  tapi cukup mengganggu  tidur lelapku.
Setelah berhasil ku gapai ku lirik pelan-pelan kulihat tulisan di layar bening yang sudah sedikit tegores “Bunda@_gue^_^” calling, dengan lampu berkedip-kedip.
“Assalamualikum halo bu…….”
“waalaikumsalam,iya nak, masih tidur????”
“tidak bu, ini sudah bangun”…
“suaranya kok parau, sakit nak”?????
aku terdiam sejenak dengan kebohongan kecilku
“sakit apa nak???????” lanjutnya
“mungkin cuma capek, karna semalam begadang kerja tugas kuliah”
“beli obat nak, minta tolong dulu sama Nia ,tapi makan dulu, abis itu minum obatnya.. ya nak??????!!!”
aku semakin merasa bersalah kebohongan kecil ku membuatnya begitu khawatir..
Nafasku terpenggal, ku atur pelan-pelan berharap agar dia tak mendengarnya, aku sudah berbohong, aku takut.. kembali ku rapatkan degup nafas yang tak bisa ku atur di luar kendali nalarku.
“tidak bisa nafas nak????/”
Oh tidak,… aku membathin
“sesak nafas nya kambuh nak,,,, halo nak??”
“oh… tidak apa-apa kok bu”
Oh Tuhan dosa apa aku? Butiran beningku tumpah,  kebohongan kecilku kali ini sudah membuatnya begitu galau.. aku begitu bodoh….
Pikiranku menerawang sejenak, aku teringat suatu cerita saat aku masih kecil dahulu, saat itu aku hanya berdua di rumah bersamanya karna aku belum bersekolah dan ayahku sudah berangkat bekerja, aku masih sendiri belum punya saudara, kala itu dia sedang sibuk di dapur  mini milik kami di rumah. Dapur adalah kantor pertamanya setiap pagi, di kantornya itu ia selalu di sambut dengan bahan makanan yang masih mentah untuk di olah menjadi makanan luar biasa untuk suami dan anaknya tercinta, itulah ibuku, ibu luar biasa yang di hadiahkann Tuhan untukku semoga dia pun pernah merasa bahwa aku adalah hadiah terindah juga, yang di berikan Tuhan untuknya.
Aku hanya sibuk bermain di sampingnya, dia selalu berkata aku tak boleh pergi jauh, apalagi ke luar rumah karna di luar sana terlampau banyak kendaraan ketika siang hari tiba yang kadang-kadang brutal, dan aku masih terlalu kecil bisa saja di hempas dengan mudah, banyak kekhawatiran menyelimuti bathinnya setelah kehadiranku di hidupnya, yang kadang-kadang kekhawatiran itu tak bisa ku terima, berlebihan menurutku.
Tiba-tiba ku dengar ia mendesah
”Masya Allah, garamnya habis, kemarin ibu tidak sempat beli”
Aku masih diam, asyik dengan arena permainanku, ia pun melirikku dan aku mengerti
“ bu uangnya mana????”
Iapun memberiku uang kertas pecahan lima ribuan untuk pergi membeli dua  bungkus garam, dan pastinya sisa dari uang itu untukku, ibuku memang baik
“hati-hati, nak jalannya di pinggir saja, jangan lupa Assalamualiakum dulu kalau sudah di depan toko terus habis itu, bilang apa?”
“terima kasih”
“ pintar anak ibu”
Setelah mengecup dahiku, dia mengantarku sampai di depan pintu rumah, ku lihat raut wajahnya tak rela melepasku walau aku hanya pergi sejenak, tak jauh hanya ke toko tetangga di samping rumah yang jaraknya hanya sekitar 30 meter dari rumahku setelah lama menatap jalan yang tidak terlalu ramai kendaraan, karna saat pagi hari jalan besar di tempatku belum begitu ramai, setelah merasa semuanya baik ia pun melepasku.
“hati-hati nak”
Aku menoleh dan tersenyum. Segera ku laksanakan tugas baruku, membeli dua bungkus garam dan setelah itu aku dapat jatah makanan kecil dari sisa uang yang ku pegang ini.
Tak berapah lama aku sudah sampai depan toko yang ku tuju, seperti pesan ibuku, aku menghadiahkan salam kepada penjaga toko, salam dari bocah kecil yang sebutannya kadang tidak terlalu benar tapi tulus ku ucapkan untuk memenuhi pesan ibuku selalu, aku langsung meminta pesanan ibu tadi lalu membayar dengan uang lima ribu yang ku genggam dan pastinya aku akan pulang dengan beberapah makanan kecil kesukaanku yang biasanya akan ku bagi berdua bersama ibuku, setelah mengucapkan kata terima kasih aku bergegas pulang.
Dengan langkah mantap, aku ingin segera sampai di rumah, selain khawatir masakan ibuku nanti jadi tak seenak biasanya karna aku terlambat membawakan dua bungkus garam  untuknya tapi aku juga ingin segera berbagai dengan ibuku, berbagai makanan kecil yang telah ku beli dengan keringatku, setelah pintu rumahku telah terlihat, langkahku ku percepat
Tiba-tiba aku melihat sebuah kendaraan berwarna merah terang  melaju kencang di seberang jalan ia sepertinya oleng, saat itu aku masih berdiri, debu mengepul aku hampir tak bisa melihat apa-apa, aku hanya melihat sosok ibuku di balik pintu rumahku, setelah beberapah detik berlalu aku merasakan kepalaku di hantam sesuatu, rasanya ada yang menetes di pelipis mata kananku, aku serasa di tusuk. Bungkusan garam dan makanan kecil yang baru saja ku beli tak mampu lagi ku genggam, aku bergetar tapi  ku tetap berusaha agar ia tak jatuh, aku masih berusaha menggenggamnya, makanan kecil yang akan ku bagi bersama wanita paling ku sayangi di dunia ini, tapi apa daya aku tak kuat lagi aku hanya bocah kerdil yang masih ingusan saat itu, aku tak mengerti apa yang sedang terjadi ku lihat raut wajah ibuku retak terhempas angin, kemudian  ia teriak dengan nada histeris, teriakannya mengiris pilu, aku sungguh tak mengerti padahal aku hanya berjarak sekitar 10 meter darinya, aku masih ada di depannya aku merasa tak apa-apa hanya sakit sedikit yang  tak tahu sebabnya, kemudian ia berlari merangkulku aku selalu merasa nyaman tanpa beban ketika ia merangkulku seperti itu.
“sakit nak???, hati-hati sayang”
Dia berkata tenang tapi bisa ku rasakan hatinya bergemuruh, ia lalu memelukku dan membawa ku masuk, lalu aku meraung-raung
“sabar sayang…… oh Tuhan anakku”
Ia kemudian menangis, aku semakin meraung-raung bukan karna sakit yang belum ku sadari sampai saat itu, aku hanya ingin kembali ke jalan itu mengambil makanan kecil yang akan ku bagi bersamanya, tapi kenapa ia tak mengerti bahasaku?, aku terus meraung karna waktu  itu aku belum cukup mengerti ternyata ada hal besar yang lebih penting dari sekedar untuk mengartikan bahasa air mataku
Yah, itu adalah kekhawatiran, baru ku pahami sekarang, saat itu kepalanya sibuk mengurus jawaban dari pertanyaan, apakah buah hatinya baik-baik saja, buah dari cinta yang kadang-kadang harus ia mengerti lebih dahulu, semakin lama aku semakin tahu, kalau ia terlalu sempurna untukku.
Waktuku berlalu tak lama, dahiku serasa perih  menusuk lubang-lubang lukaku yang tak ku mengerti.
“di bersihkan dulu sayang yah, nanti di beri obat.”
Ku lihat ia merintih, tak mau beranjak ada rasa sesal dari pancaran mata yang pertama kali di aliri air suci ketika ku terluka, mata yang tak bisa lelap ketika aku terjaga.
Aku terisak kala ku ingat waktu itu, sampai hari ini dahi ku masih berbekas luka dari kejadian itu, dan bekas luka ini pula yang akan selalu mengingatkan padaku, Betapa dia cinta padaku dan Betapa aku cinta padanya,
Betapa hanya dia wanita yang selalu kurindukan,
Ku rindukan buaiannya saat ku jauh,
Ku rindukan pelukan hangatnya saat ku menggigil pada ketakutanku
 Ku rindukan semangatnya saat ku tak mampu bersua
yang kan selalu ku rindukan doanya kala ku jatuh, saat ku butuh, saat ku sepi, saat merasa sendiri, saat ku tergilas mimpi buruk kehidupan…..
“halo nak… jangan menangis sayang, yang kuat yah nak, maaf kan ibu, tidak  bisa ada di situ semoga cepat sembuh sayang”
Aku lagi-lagi hanya bisa diam dengan ketololanku, aku baru sadar aku sudah terlampau lama diam, kenapa aku harus berbohong hanya karna, agar ibu tidak tahu aku telat bangun,,,
Kenapa aku tega, padahal, iya takkan marah besar dan tidak sampai memaki-maki ku saat ia tahu aku telat bangun. Telah tega ku gadai kebohonganku dengan gundahnya yang tak berujung.
“bu anakmu baik-baik saja, maaf kan aku bu… maaf…..”
“ kok bilang maaf, ibu yang harusnya bilang maaf, baik-baik yah sayang jangan lupa minum obat semoga cepat sembuh, ibu sayang padamu.. ummmahhhhh”
Tit..tit…titttt..tiiiiiitttttt……
Hubungan teleponku  terputus.. setelah ku dengar ia memberiku ciuman hangatnya..
 Aku mengumpat diriku sendiri.. aku menyesal… aku begitu bodoh..
 Aku sadar  belum sempat mengatakan padanya bahwa
“ Bunda aku juga sayang padamu ibu, untukmu aku bernafas karena aku mencintaimu karna Allah”

“persembahan sederhana untukmu bunda, wanita pertama yang ku cintai ddunia ini, selalu dan selamanya,
SELAMAT HARI IBU, Bunda……….
makassar,22 des 2011 Autum.touchy

“ SENJA KELAMKU-”


Suasana pagi buta itu tenang , lembab membawa wangi udara segar. Ku hirup dalam-dalam menembus diafragma lalu ku hembuskan perlahan-lahan.
Pagi ini aku akan berjuang kembali untuk sepotong kehidupan bersama buah hatiku, yah perjuangan yang mungkin tak perlu diperhitungkan oleh sekolompok elite yang sudah PW dikursi jabatannya saat ini, aku pernah mendengar bahwa tugas mereka adalah untuk menyampaikan aspirasi rakyat kumal sepertiku tapi nyatanya hari ini aku belum merasakan atmosfer keadilan yang selalu mereka koar-koarkan. Toh, aku masih harus tetap merayap di tengah jalan kota yang pengap mengendarai mikrolet tua renta untuk  menjamin diriku, bahwa esok aku masih bisa berjalan di tanah tandus ini dengan sesuap nasi yang bukan dari beras berkualitas tentunya.
Namaku Beddu, aku biasa di panggil Daeng pete-pete karna memang diriku adalah seorang sopir kere yang mengais rejeki dengan mencari penumpang di sekitaran sentral makassar sampai ke daerah daya dan sudiang di kotaku. Aku adalah warga yang bermukim di daerah sudiang, disana aku hanya memiliki tiga barang berharga, rumah reot yang selalu memancarkan bau deritanya, mikrolet tua yang selalu menemaniku mencari setiap rejeki yang masih Tuhan yang Maha pemurah berikan kepadaku, dan yang paling berharga adalah anakku Ina, peninggalan dari istriku tercinta yang mati dihukum gantung di negeri nun jauh disana 5 tahun yang lalu saat ia juga berjuang untuk menghidupi keluarga dengan menjadi TKI. Aku selalu menyesali diriku saat kuingat istriku yang malang itu sampai-sampai ia juga harus ikut terseret kerasnya kehidupan karna menikahi lelaki miskin sepertiku.
“bapak, ini mi sabun ta’. Na bilang bede nenek sitti’ bayar mi besok banyak sekali mi utang ta’”
“iye nak, doakan bapak nah, supaya dapat banyak rejeki ini hari”
“iye pak, ibu guruku juga minta mi uang spp, 3 bulan mi bede ndag ku bayar  i’, bapak nah!!!”
“iye nak, ayo cuci mi cepat itu mobil nak!!”
Luka nyeri yang harus ku catat setiap hari adalah kabar bahwa utang yang ku punya telah menumpuk di warung sebelah rumah milik janda tua, warung nenek sitti’. Utangku sangat beragam  mulai dari utang bahan makanan, keperluan sekolah ina, sampai sabun pun aku harus mengutang padanya.
“bapak kenapa ki kah ndag pergi kemarin bawa mobil???” Pertanyaannya membuatku terhenyak
“anu nak, kemarin habis bensin jadi nda bisa ki pergi toh, bagaimana caranya jalan ini mobil. Itu mi nak cepat-cepat mi cuci supaya cepat bapak pergi, cepat dapat bensin, cepat juga cari uang.”
“iye pale pak”
Selain utang aku juga harus menebalkan buku catatan dukaku mengenai kenaikan BBM yang sempat membuatku berfikir, bahwa aku sampai bisa mati dibuatnya, selain kenaikannya yang seakan tak memperhitungkan kenyataan hidupku yang terlalu, iapun kini begitu langka entah dimana saja mereka semua melang-lang buana.
Setelah aku menyelesaikan pekerjaan mencuci pete-pete kunoku bersama Ina, aku segera berbenah dan berganti pakaian, aku tak perlu mandi persediaan air sudah tak cukup buatku, sekarang kan musim kemarau, kadang ku berfikir cuaca pun tak mendukungku untuk tetap bertahan tapi sudahlah aku sudah terlampau jauh mnghujat, Astaghfirullah Ya Rabb jangan jadikan aku hamba yang tak tahu terima kasih. Kali ini biar Ina saja yang mandi, ia kan ingin berangkat ke sekolah dan pastinya ia akan bercengkrama dengan cukup banyak orang jadi ia harus wangi, sedangkan aku kan tidak perlu  wangi,  yang penting juga tidak bau tentunya kasihan penumpangku kelak kalau aku bau, makanya aku cukup berganti pakaian saja yang bersih. Setelah berbenah  akupun segera melesat.
“doakan bapak nak, cepat ki mandi, berangkat ke sekolah. Belajar bae’-bae’ nah!!”
“iye pak, hati-hatiki”
“Assalamualikum..”
“Waalikumsalam”
Ina mencium tanganku lalu melambai mengantar perjalananku hari ini.
Tempat pertama yang ingin ku datangi tentunya pertamina terdekat untuk mengisi tangki pete-peteku yang hampir kering kerontang, aku tidak akan mengisinya sampai benar-benar penuh karna tentu saja uangku tak cukup, aku sampai harus mengutang sabun cuci lagi pagi ini demi mengisi tangkinya agar aku bisa jalan. Aku harus segera tiba disana secepat yang ku bisa, nanti takutnya aku kehabisan dan bensinku pun sudah habis sebelum sempat sampai disana . Peluhku mulai bercucuran walau matahari pagi belum nampak begitu jelas, aku hanya bisa bedoa dengan doa yang paling indah menurutku agar aku masih kebagian. Sekitar 15 menit perjalanan akhirnya aku tiba juga. Belum begitu ramai tampaknya, jadi aku tak harus mengantri terlalu lama.
“berapah daeng??”
“tiga puluh ribu mo saja”
“ohh iye”
“pagi-pagi sekali ki’ ini hari e’. saya saja masih mengantuk ka’, semanga’ nah ”
Pegawai pengisi BBM itu sepertinya ingi membuka dialog panjang
“heheh harus begitu, kalo tidak na ambil ayam rejeki ta’.”
“hahhha, iye paeng… ini sudah mi daeng”
“oh iyo nah, semangat ko’ jangan loyo masih pagi”
Sambil tersenyum lebar aku mencoba membagi semangat kepadanya, semangat dari lelaki separuh baya yang tak berdompet tebal tapi punya semangat tebal, karena aku pikir hanya itu yang bisa ku bagi dengan sesamaku. Aku bukan konglomerat yang mungkin tak perlu susah payah membagi senyum semangat di pagi buta seperti ini karena pikirku mereka masih tertidur dengan begitu pulasnya di kasur yang empuk dengan pendingin ruangan yang sejuk tanpa harus bangun tergopoh-gopoh untuk mengais rejeki yang tak tentu, selain itu mereka punya seonggok uang yang bisa dibagikan dengan gampangnya kepada manusia pemilik perut-perut kelaparan sepertiku.
“ok daeng”
“terima kasih nah…”
Setelah mengisi, semangatku semakin berkobar hari ini aku harus bekerja lebih keras dan dapat hasil lebih banyak, anakku menunggu kedatanganku bersama uang sppnya yang masih menggunung tak hanya itu warung nenek sitti’ pun tak kalah, menungguku dengan utang-utang bejibun yang masih menari-nari.
Ruteku seperti biasanya sudiang-makassar mall(sentral), makasar mall-sudiang hanya itu yang bisa ku jelajahi aku terus berdoa dengan hati yang teduh, ya Rabb berkahi hambaMu hari ini dengan kasih sayang wahai Dzat yang Maha pengasih.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, aku istirahat sejenak untuk melepas lelah dan menunaikan ibadah sholat ashar. Sholat adalah satu-satunya tempat yang selalu ku rindukan ketika kedaanku segawat sekarang ini, hanya disanalah aku merasa menang dari segala beban hidup yang selalu mengalahkanku, membuatku tersungkur sampai berdarah, disanalah aku merasa tenang, merasa memiliki, memiliki Rabb yang selalu mengusapku dengan lembut penuh kasih sayang dan hanya disana pulalah aku merasakan haru biru yang tak terkatakann ketika ku duduk bersimpuh dan sujud merendah.
Setelah kira-kira beristirahat 20 menit aku melanjutkan perjalananku karna aku belum dapat cukup banyak, aku hanya dapat cukup untuk mengisi bahan bakar saja  untuk ku pakai kembali mengililingi rute yang hampir-hampir membuatku bosan, selanjutnya belum cukup untuk melunasi semua beban yang harus ku bayar,  tapi aku harus tetap bersyukur dan berjuang dengan gigih. Aku mulai berjalan kembali, dari  sudiang tadi sampai sekitaran daya belum ada penumpang yang berhasil kudapat satupun.
Sekitar 15 menit berjalan , Alhamdullilah aku membathin ketika ada seorang ibu bersama anak gadisnya  menyetop pete-peteku. Tuhan memang Maha penyayang. Ku tancap gas ku lanjutkan perjalananku.
“sentral..sentral… bu kemana bu??? Sentral..sentral”
Aku berhenti sejenak mencari penumpang di depan salah satu toko swalayan, berharap ada ibu-ibu yang selasai berbelanja dan berminat naik pete-peteku.
“Alhamdulillah” aku kembali bersyukur di dalam hati, tiga penumpang sekaligus berhasil ku dapat.
Aku melesat dengan riang, setidaknya lumanyan untuk rute yang entah sudah keberapa kalinya, aku dapat penumpang yang lumayan walau belum seperdua perjalanan. Sekarang aku sudah berada di depan Sekolah polisi negeri di daerah Batua, ada lagi mahasiswi perempuan yang menyetopku. Aku kembali bergumam terima kasih Ya Allah. Pete-peteku kembali menderu nyaring dengan suara yang pontang-panting.
Setelah melewati daerah Panaikang aku sampai di Jl urip sumaharjo, jantungku seketika berdegup tak dapat ku atur serasa ingin terputus dan meledak. Ku lihat gempulan asap hitam yang lebat, aku memandang jauh, nampak jejeran benda hijau mirip pete-peteku berbaris tak berdaya, tanpa gerak.
“turunkan BBM, turunkan BBM” teriak seorang mahasiswa yang berdiri di depan menggunakan toak, suaranya nyaring memekakkan telinga.
“turunkan BBM, hidup mahasiswa, hidup rakyat” tambahnya lagi
“waduh… demo si mahasiswa e’ macet situ” kata seorang penumpangku dengan logat bugisnya
“ckkkkckckk ini mi di bilang mahasiswa, nah kayak tidak ada saja pendidikannya, nda ada pancasilanya, bikin macet saja, nda membela rakyat kalo begini ceritanya, menyusahkan ji kerjanya”
Aku hanya diam tertegun menyaksikan perhelatan akbar para kaum intelek menurut hematku, mahasiswa dan pemerintah beserta kebijakannya.
Hingga pukul 17.30 sore pete-peteku belum bisa bergerak sedikitpun semua penumpangku akhirnya turun dan berjalan kaki karena sudah tak tahan menunggu begitu lama. Aku masih duduk menangisi dukaku, tenang menyaksikan pertunjukan “pahlawan-pahlawan rakyat” katanya. Aku hanya bisa tertegun, menonton terlampau jelas betapa dengan gampangnya mereka memporak-porandakan hari perjuanganku, hari yang penuh peluh kegigihan untuk membayar semua kepahitan hidup.
Bingungku semakin meluap, sekarang siapa yang dibela siapa?. Kata manis pemerintah yang katanya ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat malah menggorok leher rakyatnya dengan kenaikan dan kelangkaan BBM, lalu mahasiswa? Dengan mulut madunya berkoar tanpa rasa malu, bahwa mereka pro rakyat kecil dengan tidak menyetujui kenaikan BBM, malah menghujamkan belati dengan hadiah bakar ban, demo, dan kemacetan luar biasa yang membuat sopir pete-pete sepertiku tak bisa lagi mengais rejeki sampai senja itu. Tak terasa buihku menetes tak tertahankan, bayang-bayang Ina anakku yang tak sabar menungguku di rumah dengan tagihan SSPnya membuatku ingin meludahi orator intelek busuk itu, dengan wajah tanpa dosa beraninya menghancurkan hidupku tanpa rasa bersalah sedikitpun. Berdiri dengan bangga, merasa diri bak pahlawan orang-orang tertindas tapi kasihan sekali ternyata mereka buta. Tahukah mereka pagi tadi aku punya harapan besar untuk hidup yang terkoyak tapi telah mereka gadai dengan senja kelam yang harus ku telan. Serasa ingin ku tampar dengan lantang ke telinga mereka, “sebenarnya siapa yang mereka perjuangkan?”.

Autm.touchy.. Makassar 4 januari 2012..

Senin, 02 Januari 2012

Persembahan istimewa untuk sahabat-sahabat terindah “peserta TOWR FLP SUL-SEL angkatan V” @pucak maros 23-25/12/11

“HUMA RINDU”
Di bukit hijau itu kita pernah tinggal bersama
Di huma kesederhanan yang lembut berbalut kebersamaan
Ahhhhhh…..
Kali ini akan coba ku bangun kembali atas nama “kerinduan”…..
Tapi rasaku tak cukup
Dahaganya masih terus membelenggu
Meski ia telah ku urai, dengan beribu retorika…
Huma kita kawan
Kita pernah memilikinya
Berbagi…
Menari…
Tawa…
Canda…
Derai..
Debur…
Disanalah jejak-jejak itu mulai kita rekam
Yah kawan…
Jejak perjuangan yang akan selalu bangga kita bawa
Yang selalu dihiasi rintik bening
Yang jatuh
Jatuh….
Dalam jubah keterpautan
Rintik itu akan selalu kita ingat
Ketika ia pergi… bukan berarti kita usai
Yah…
Semua belum selesai
Tak ada yang terhenti
Mereka ada di dada kita
Bergemuruh bagai debur
Lalu pecah….
Kita masih disana meneriakkan kata
Dengan rinai dari pena yang menari…
Maka genggam ia kawan
Kembali…
Dengan dunia bahasa yang kita punya
Bawa ia terbang
Jauh….
Di langit mimpi kebanggan kita
Bawa ia bersama dengan gemuruh cinta, yang tak pernah lekang
Bahwa kita adalah cerita…
Yang tak mampu di urai oleh tinta
Yang tak mampu dibagi oleh kertas
Dan asa yang masih mengepakkan mimpi…
Karena kita
Adalah
Satu...

Pelukan hangat untuk kalian semua
“MISS YOU ALL….”
By Autum.touchy
Makassar 29/12/11